Minggu, 29 Juni 2014

DA Chapter 5


Digimon Adventure

Chapter – Serangan Monster Kumbang Raksasa

“Kyaaaaaah!”

Teriakan dari seorang gadis yang cukup keras, mencapai telinga mereka.

“Itu suara Mimi-kun!” teriak Jyou dengan gugup. Namun karena ia tak memiliki keberanian untuk mengambil inisiatif, ia menoleh ke arah Taichi dan Yamato, dan dengan ragu-ragu bertanya,

“A-apa yang kalian pikir terjadi padanya…?”


Bukannya menjawab pertanyaan yang diajukan, Taichi malah langsung berlari. Ia mendengar teriakan Mimi yang nyaring dari sisi kanan mereka – ke arah lautan.

“Tunggu, Taichi!”

“Taichi-san!”

Sora dan Koushiro langsung mengejar dari belakang. Yamato sedikit terlambat menyusul karena ia lebih dahulu menyuruh Takeru untuk naik di punggungnya.

“T-tunggu! Aku juga ikut!” Pada akhirnya, Jyou ikut-ikutan lari ketika anak-anak yang lain sudah pergi.


Mimi, yang diikuti seekor Digimon kecil yang bentuknya seperti tanaman bundar tepat di belakangnya, berlari dari sisi kiri anak-anak yang lain, kemudian terus lanjut hingga ke sisi kanan anak-anak.

“Ada apa?!” tanya Taichi, ketika dari belakang Mimi terdengar keras suara “vrrrmmmm,” ditemani dengan hembusan angin kuat yang membuat daun-daun berserakan di tanah.

“S-suara apa itu?” Sora bertanya, yang mana langsung dijawab oleh Koushiro, “Lihat ke atas! Ada sesuatu di langit!”

Dedaunan yang tumbuh di pohon-pohon besar di dalam hutan membuat mereka kesulitan melihat apa sebenarnya benda yang ada di langit itu, tapi teriakan Mimi tak kunjung berhenti.

“Aku tak begitu mengerti apa sebenarnya yang ada di atas sana, tapi kita harus menolong Mimi!” dengan menggunakan kedua kakinya yang lincah, Taichi berlari mengejar Mimi. Sora berlari tepat di samping Taichi, sambil menyesuaikan langkahnya. Sudah jelas, julukan sebagai tim-dua-orang terbaik dari klub sepak bola SD Odaiba itu bukan hanya isapan jempol belaka. Koushiro berusaha sekuat tenaga untuk mengikuti mereka, sedangkan Yamato yang berlari sambil menggendong adiknya berada sedikit agak jauh di belakang Koushiro. Posisi Jyou malah lebih jauh di belakang yang lain.

“Kyaaaaaaaaah!”

Sekarang anak-anak itu bisa melihat Mimi. Mungkin karena ia mendengar suara anak-anak yang lain, atau entah karena ia sedang berlari-lari di hutan secara acak, dan secara kebetulan saja ia bisa bertemu dengan anak-anak yang lain, intinya, sekarang Mimi sedang berlari sekuat tenaga ke arah Taichi dan kawan-kawan berada, dan…


 “AH!” Taichi dan anak-anak yang lain berteriak. Tampak jelas sudah di hadapan mereka benda apa yang saat ini sedang mengejar Mimi : Kumbang rusa raksasa, dengan tubuh berwarna merah yang tak enak untuk dipandang. Suara ‘vrrrrmmmm’ dan hembusan angin yang kuat muncul disebabkan oleh sayapnya yang besar.

“Itu monster kumbang rusa!” teriak Koushiro.

Motimon yang ada di sebelahnya mengoreksi, “Bukan! Itu Kuwagamon!” namun kalimat yang ia ucapkan tenggelam di antara suara dengung yang keluar dari sayap raksasa si monster.

“Tidaaaaaaaaaaak!” ketika Mimi berlari, ia bisa mendengar suara pepohonan yang berjatuhan satu demi satu, yang tak lain disebabkan oleh capit si monster kumbang rusa, yang terus mendekatinya dari belakang.

“Awas!”

Clang~clang! Suara bising terdengar dari si monster yang terus membuka dan menutup capitnya. Monster itu terus mendekat dari belakang, sampai-sampai Mimi merasa punggungnya dan capit si monster yang tajam hanya berjarak beberapa centimeter. Dan kali ini, capit si monster terbuka lebar untuk persiapan serangannya yang terakhir. Sesaat sebelum ujung capit itu menebas Mimi, Sora dengan cepat mendorong Mimi, hingga mereka berdua jatuh ke tanah. Mereka baru saja lolos dari kematian. Saking dekatnya capit si monster, hingga Sora dengan jelas bisa mendengar suara bising, layaknya ada dua palu raksasa yang menghantam satu sama lain.


Setelah mendongak untuk memastikan bahwa monster itu sudah terbang menjauh, Sora menghadap ke arah Mimi dan menanyainya, “Apa kau baik-baik saja?”

Lumpur dan dedaunan kering menempel di baju dan rambut mereka berdua. Mimi sendiri merasa tak percaya kalau dirinya masih hidup, kemudian ia melompat ke pelukan Sora, sambil menangis ketakutan.

“Sudah, sudah,” Sora mencoba untuk menenangkan Mimi sambil membelai rambutnya dengan halus, “Kau sudah aman sekarang.”


 Tapi… “Dia datang lagi!” teriak Yamato. Jauh di atas langit, anak-anak bisa melihat si monster rusa kumbang berputar balik, dan kembali mengarah ke posisi mereka berada.

“Apa yang harus kita lakukan?!” Jyou dengan panik bertanya pada Taichi. Tanpa sadar, Jyou merasa bahwa Taichi adalah seseorang yang bisa ia andalkan.

“Apa…” Taichi sendiri tak punya satupun rencana. Keinginannya untuk menghajar si monster sebelum monster itu mampu membunuh mereka sangatlah kuat, tapi bagaimana caranya ia melakukan itu, ia benar-benar tak memiliki ide.

“Kita tak punya senjata apapun untuk mempertahankan diri kita…” ucap Koushiro, setelah mengevaluasi situasi yang sedang terjadi.

“Terus gimana?” pandangan Jyou makin dipenuhi oleh rasa takut ketika ia melihat si monster kumbang raksasa mendekat.

“Ayo lari!” usul Yamato. Takeru yang ia gendong di punggungnya membuat Yamato memilih untuk bersikap pasif, selama itu bisa membuat adiknya aman.

“Baiklah, ayo lari!” merasa frustasi karena tak bisa memikirkan pilihan lain, Taichi menyetujui saran Yamato.

***

Vrrrmmmmm… vrrrmmmm…

Monster kumbang itu terus menyerang anak-anak, namun tiap kali serangan datang, anak-anak bakal tiarap di tanah dan melompat ke rerumputan yang tebal, agar bisa menghindari serangan dari si monster.


 Meski begitu, mereka tak yakin kalau mereka bisa menghindar terus-terusan. Bila mereka sampai kehabisan stamina, di saat itulah mereka akan berakhir menjadi makanan si monster kumbang raksasa. Mereka tak berpikiran bahwa tubuh mereka yang lebih kecil memiliki lebih banyak stamina bila dibandingkan monster itu.

BOOM! Capit si monster menabrak bebatuan yang keras dan, Vrrrmmmm…, suara dari kepakan sayap monster itu makin lama terdengar makin pelan, dan akhirnya tak terdengar sama sekali.

“Mantap, monster itu sudah pergi!”

Anak-anak dengan hati-hati keluar dari bawah tebing berbatu yang sebelumnya mereka gunakan untuk bersembunyi (bagian depan tebing itu sudah hancur berkeping-keping, karena serangan yang barusan diluncurkan oleh monster kumbang).

“Kalau saja ada goa di sekitar sini…” gumam Yamato. Menghadap ke Tsunomon yang ada di bawahnya, ia bertanya, “Apa kau tahu letak goa yang ada di dekat sini?”

Tsunomon menggelengkan kepalanya, dan dengan wajah menyesal berkata, “Aku tak tahu, maaf.”

“Er, itu bukan salahmu…” malah Yamato yang merasa malu karena telah merepotkan Tsunomon.

“Pokoknya, kita gak boleh berdiam diri disini. Kita harus cepat-cepat pergi dari sini,” ucap Jyou sambil berdiri. Dia akhirnya sudah pulih dari kepanikan yang ia dapat ketika melihat monster untuk pertama kalinya, dan sekali lagi, ia merasakan beban tanggung jawab sebagai anak yang tertua, sekaligus sebagai ketua kelompok.


 Anak-anak mulai berlari sekali lagi. Tokomon duduk di atas topi Takeru sambil menghadap kebelakang, agar ia bisa mengawasi daerah yang ada di belakang anak-anak. Ketika Tokomon berteriak, “Dia datang lagi!” secara mendadak, Taichi yang ada di barisan paling depan, berhenti.


 “Aw sial!”

Anak-anak segera melihat apa yang menghalangi Taichi untuk maju lebih jauh. Ternyata yang ada di hadapan mereka bukan lagi sebuah jalan yang bisa dilalui, melainkan jurang yang terjal.

“Bisa kah kita menuruni jurang ini?” tanya Sora sambil melihat apa yang ada di bawah jurang. Dibawah mereka ada hutan yang gelap dan tebal, yang membuatnya berpikiran kalau hutan itu adalah hutan Amazon, dengan aliran sungai berbentuk ular yang membelahnya. Jangankan anak-anak, orang dewasa saja tak akan bisa menuruni jurang dengan ketinggian seperti itu.

“Dia datang!” teriak Tokomon, sambil menunjukkan taring-taring ganasnya, yang mana tak akan ada orang yang mengira kalau taring-taring seperti itu bisa muncul dari tubuh Tokomon yang terlihat imut.

“Aku tak mau lagi!” teriak Mimi dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.

Layaknya ada sinyal yang tak terlihat, para Digimon yang selama ini selalu menempel dengan anak-anak, kali ini malah pergi menjauh. Mereka mulai berjalan kembali ke arah mereka datang, entah itu dengan menyeret tubuh mereka, melompat-lompat, atau bergerak dengan menggunakan kaki-kaki yang kecil.

“A-ada apa, Koromon?” Taichi bertanya, wajahnya tampak kebingungan. “Kalau kalian mau meninggalkan kami, paling nggak beritahu kami kemana kalian akan pergi!”

“Kami tak akan pernah meninggalkan kalian,” ucap Koromon, sambil menatap balik Taichi. Wajah dan jawaban dari Koromon menunjukkan bahwa ia dan Digimon yang lain telah membulatkan tekad mereka.

Koromon dan Digimon yang lain melewati bagian paling belakang dari anak-anak (dimana Yamato dan Takeru berada), kemudian berbaris menyamping layaknya pemain sepak bola yang membentuk tembok untuk menghalangi sepakan bebas ke arah gawang.


 “Kami akan melindungi kalian semua, Taichi!”

Setelah mengucapkan kata-kata itu dengan tegas, Koromon menatap tajam si monster kumbang raksasa. Pandangannya penuh dengan semangat membara seorang petarung yang berniat untuk melawan musuhnya sampai akhir.

***

“Berhenti! Jangan!”

Taichi dan yang lainnya bakal memalingkan wajah mereka kalau bisa. Tapi rasa khawatir mereka mengalahkan rasa takut yang terus menghantui, dan mereka tetap menatap ke arah partner Digimon mereka masing-masing.


 Sudah jelas kalau Digimon-Digimon kecil ini tak akan mungkin bisa menyaingi si monster kumbang raksasa, namun mereka masih tetap berani menantangnya. Mulanya, Koromon dan yang lain menyemburkan sesuatu yang seperti gelembung dari mulut mereka. Mungkin gelembung-gelembung itu bersifat sangat asam, karena secara mengejutkan si monster kumbang raksasa kehilangan keseimbangan setelah menerima serangan itu, dan capit yang ia miliki tertancap di tanah. Tanpa menunggu, Koromon dan yang lain terus menekan dengan serangan mereka.

Namun setelah si monster kumbang bisa kembali memposisikan dirinya, serangan balasan maut yang ia lancarkan dengan menggunakan keenam kaki, sayap yang kaku, dan capit tajam miliknya, melukai Koromon dan kawan-kawan dua sampai tiga kali lebih parah dibandingkan luka yang mereka sebabkan pada si monster kumbang.


 Anak-anak tak tahan melihat Digimon mereka tersakiti lebih dari ini.

“Kenapa?! Kenapa kalian bertindak sejauh ini untuk melindungi kami?!”

Tanpa mengeluarkan sedikitpun teriakan kesakitan, ketika si monster kumbang memukulnya dengan keras hingga terlempar ke batang pohon yang besar, Koromon dengan segera kembali melompat untuk menyerang musuhnya lagi. Apa yang memberi Koromon kekuatan adalah determinasinya yang kuat, dan keinginannya untuk melindungi Taichi. Tentu saja, Digimon yang lain – Tsunomon, Pyocomon, Motimon, Tanemon, Pukamon, dan Tokamon – semuanya juga memiliki tekad dan keinginan yang sama.

Taichi dan yang lainnya mungkin tak mengerti, tapi kami selalu, selalu menunggu mereka. Kami memiliki impian bahwa ketika mereka datang, kita akan melakukan banyak hal bersama-sama. Kami harus bertarung, agar impian itu menjadi kenyataan. Dan kami harus menang. Tak mungkin kami membiarkan impian kami dihancurkan di tempat seperti ini!

Tapi kami tahu dengan jelas, seberapa lemahnya kami. Ada sebuah tembok tinggi menjulang yang menghalangi impian kami. Kami tak bisa melewati tembok itu hanya dengan kekuatan fisik kami, kekuatan serangan kami, atau bahkan dengan tekad kami.

Kami ingin kekuatan. Kami ingin menjadi lebih, lebih, dan lebih kuat lagi.


 Taichi berteriak. “KOROMON!”


 Yamato, “TSUNOMON!”


 Sora, “PYOCOMON!”


 Koushiro, “MOTIMON!”


 Mimi, “TANEMON!”


 Takeru, “TOKOMON!”


 Dan bahkan Jyou meneriakkan, “Pu–PUKAMON!”

Pada saat itu, tujuh lintasan cahaya turun dari langit dan menyelimuti Digimon mereka.


 “Apa itu?”

Untuk sesaat, anak-anak tak bisa melihat Digimon mereka dikarenakan cahaya yang terlalu cerah.


 “T-tak mungkin…”

Namun sesaat kemudian, Digimon kelas ”Rookie” yang telah menyelesaikan proses “evolusi” muncul di hadapan mereka.


 “Koromon, berubah! Agumon! Baby Flame!” – Seekor Digimon berbentuk dinosaurus kecil berwarna krem menyemburkan bola api.


 “Tsunomon, berubah! Gabumon! Petit Fire!” – Seekor Digimon berbentuk serigala kecil yang berdiri dengan dua kaki menyemburkan bola api berwarna biru.


 “Pyocomon, berubah! Piyomon! Magical Fire!” – Seekor Digimon berbentuk burung berwarna pink menembakkan api misterius berbentuk spiral.


 “Motimon, berubah! Tentomon! Petit Thunder!” – Serangan listrik dari Digimon berbentuk kepik berwarna merah ini tampak seperti petir.


 “Tanemon, berubah! Palmon! Poison Ivy!” – Seekor Digimon hijau dengan jambul berwarna merah cerah memanjangkan kedua tangannya, yang kemudian berubah menjadi tanaman merambat yang menjerat musuhnya.


 “Tokomon, berubah! Patamon! Air Shot!” – Seekor Digimon yang berbentuk speerti seekor hamster dengan telinga yang besar menggembungkan pipinya sebesar mungkin, kemudian menembakkan sebuah bola udara.


 “Pukamon, berubah! Gomamon! Marching Fishes!” – Terakhir, seekor Digimon yang mirip dengan anjing laut berteriak, memanggil banyak ikan berwarna-warni yang terbang di udara, yang muncul entah darimana asalnya.


 Dihadapkan dengan kekuatan serang yang tak bisa dibandingkan dengan sebelumnya, monster kumbang rusa itu sepertinya terkejut. Entah karena si monster merasa kesulitan, atau menyerah, monster itu mengepakkan sayapnya dan terbang menjauh.

“A-apa yang barusan terjadi?”

Sekalipun merasa sangat lega, anak-anak tak sedikitpun mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Koromon dan yang lainnya tiba-tiba menghilang, dan di tempat mereka menghilang, tujuh Digimon tak dikenal dengan luka di sekujur tubuh mereka menatap balik pada anak-anak.

“Koromon mati!” ratap Taichi. Anak-anak yang lain juga ikut menangis.

Tapi salah satu dari Digimon yang baru muncul – dinosaurus kecil berwarna krem yang tampak bersahabat namun juga ganas pada waktu yang sama – tertawa dan tersenyum sopan di hadapan Taichi dan berkata.

Aku Koromon. Tapi sekarang setelah aku berubah, namaku Agumon.”

Itu adalah awal dari petualangan mereka. Dengan berbagi tawa dan tangisan, keberanian, dan terkadang berselisih untuk sesaat – anak-anak dan Digimon mereka masing-masing memulai petualangan yang sangat, sangat panjang...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar