Senin, 18 Agustus 2014

Mushoku Tensei 0


[Web Novel 0] Prologue
  
Translated by : Yaqub
*this is by far, the most awesome character introduction ever*
  
Aku adalah pria berumur 34 tahun yang tak memiliki rumah dan pekerjaan.

Gendut, jelek, tapi seorang pria baik hati, yang sekarang sedang menyesali tentang bagaimana aku menjalani hidupku. Tiga jam yang lalu, aku bukan pria gelandangan, tapi seorang veteran NEET yang tidak pernah meninggalkan kamarku sepanjang tahun. Saat aku sadar, orang tuaku sudah meninggal, dan jangan sebutkan menghadiri pemakaman, aku bahkan tidak menghadiri pertemuan keluarga, karena itu, akhirnya aku hanya diusir dari rumah. Aku memukul-mukul dinding sambil menangisi orang tuaku yang telah tiada, namun belum ada satupun anggota keluarga yang mau keluar dan bicara padaku, seolah-olah tidak ada satu orangpun didalam.

Aku sedang mast*rbasi di kamarku pada hari pemakaman, ketika saudara-saudaraku tiba-tiba merengsek masuk, dan menyatakan kalau mereka ingin memutuskan segala hubungan denganku.

Aku mengabaikan mereka, dan pada akhirnya adik cowokku membawa tongkat kayu dan menghancurkan komputer yang aku anggap lebih penting bila dibandingkan dengan hidupku.

Aku menerjang mereka dengan penuh emosi, tapi kakakku adalah seorang pemegang peringkat 'Dan*'. Hasilnya? Aku dihajar habis-habisan.
(*http://en.wikipedia.org/wiki/Dan_(rank))

Aku memohon pengampunan dengan sikap yang tak enak dilihat, tapi aku malah diusir dari pintu, dan bahkan aku tidak punya waktu untuk mengganti pakaian.

Aku menahan rasa sakit yang ada di dadaku (bukan sakit hati, kemungkinan tulang rusukku ada yang patah), dan berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.

Ketika aku meninggalkan rumah, cemooh saudara-saudaraku bergema dengan jelas di telingaku.

Hinaan-hinaan kelewat batas yang sulit untuk kuterima.

Hatiku sudah hancur.

Apa salahku?

Aku cuma mast*rbasi sambil nonton video bokep tanpa sensor pada saat orang tuaku dimakamkan...

Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?

Nah, soal itu sebenarnya aku sudah tahu.

Mencari pekerjaan atau kerja sampingan, kemudian sebuah tempat untuk ditinggali, dan tak lupa membeli beberapa makanan.

Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan informasi tentang itu?

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk mencari pekerjaan.

Hmm, aku masih tahu tentang pergi ke "Hello*". (*Hellowork, agen pemerintah jepang untuk pengenalan pekerjaan)

Yah, bukannya pamer kalau aku punya pengalaman 10 tahun tinggal didalam kamar, tapi bagaimana aku tahu dimana kantor Hello berada? Lagi pula, meskipun aku pergi ke Hello, aku dengar mereka hanya mengenalkanmu pada pekerjaan yang tersedia.

Membawa lamaran dan pergi ke pekerjaan yang direkomendasikan, kemudian menerima interview.

Memakai kemeja yang basah kuyup dengan keringat dan noda darah ini untuk melakukan interview.

Gak tau dah apa aku bisa diterima kerja atau tidak. Kalau aku menjadi pihak yang menginterview, aku tidak akan mempekerjakan orang yang mengenakan pakaian seperti itu. Mungkin aku akan merasa kasihan, tapi aku tidak akan mempekerjakan dia.

Dan kalau dipikir-pikir, dimana aku bisa memperoleh kertas untuk menulis lamaran.

Toko alat tulis? Toko serba ada?

Mungkin toko serba ada mungkin memilikinya, tapi aku tidak punya uang.

Bahkan sekalipun aku punya uang, bukan berarti masalahku akan beres.

Dengan asumsi aku mendapatkan keberuntungan, berhasil meminjam uang dari bank, bisa mengganti pakaian dan membeli alat tulis untuk menulis lamaranku.

Aku dengar, tanpa sebuah tempat tinggal, aku tidak bisa menulis lamaran.

Skakmat.

Tepat saat ini, aku akhirnya menyadari bahwa hidupku telah mencapai jalan buntu.

"....Hah."


Hujan mulai turun.

Saat ini adalah akhir dari musim panas, waktu dimana udara mulai berganti dingin. Hujan yang dingin menembus bajuku yang entah berapa tahun aku sudah memakainya, dan tanpa ampun mencuri hawa panas tubuhku.

"...... Jika aku bisa mulai lagi dari awal."

Aku tidak bisa menahan diriku untuk mengucapkan kalimat itu.

Aku tidak dilahirkan sebagai sampah.

Aku dilahirkan sebagai anak laki-laki ketiga dalam sebuah keluarga kaya raya. 2 kakak laki-laki, 1 kakak perempuan, 1 adik laki-laki. Anak ke-4 dari lima bersaudara.

Di sekolah dasar, aku dipuji pintar meskipun masih muda.

Walaupun matematikaku tidak terlalu bagus, tapi aku bermain game dengan baik, dan aku adalah anak bodoh yang sangat ahli soal olahraga. Pernah suatu kali aku menjadi pusat perhatian di kelasku.

Kemudian di SMP aku bergabung dengan klub komputer, berkonsultasi melewati majalah, dan aku menabung cukup banyak uang untuk merakit komputer. Aku tampak menonjol diantara keluargaku yang tidak bisa menulis satu kode pun.

Titik balik hidupku yang terburuk terjadi saat aku masuk SMA.... bukan, mungkin saat aku masih kelas 3 SMP. Sibuk bermain-main dengan komputer, menelantarkan pelajaranku. Kalau dipikir-pikir, mungkin itulah titik balik hidupku.

Aku pikir mempelajari hal yang diajarkan guru di sekolah tidak akan berguna untuk masa depan. Aku rasa itu tidak bisa digunakan di kehidupan nyata.

Akhirnya, aku memasuki SMA dengan akreditasi paling bodoh dan dianggap paling buruk di prefektur tempat sekolah itu berada.

Meskipun begitu, aku tak terlalu memikirkannya.

Karena aku merasa berbeda dengan idiot-idiot yang lain, kalau aku memang serius, maka aku pasti akan sukses.

Kejadian itu, aku masih mengingatnya.

Saat aku mengantri untuk membeli makan siang di kantin, ada seseorang yang memotong antrian.

Aku bersikap sok benar dan memprotes orang itu. Yang membuatku berani melakukan itu adalah chuunibyou stadium akhir yang aku derita saat itu.

Sayangnya, orang itu adalah senpaiku (*kakak kelas) dan salah satu dari 2 orang paling berbahaya di sekolah.

Hasilnya, wajahku dipukuli sampai bengkak, kemudian aku ditelanjangi dan diikat di depan sekolah.

Dia mengambil banyak foto dan membagikannya ke seluruh sekolah.

Aku jatuh ke bagian terendah hidupku dalam sekejap, ditertawakan oleh orang lain, dan bahkan mendapat panggilan "bocah kulup".

Aku tak masuk sekolah selama sebulan, dan menjadi hikikomori. Ayah dan kakakku yang melihatku bersikap seperti ini, mengatakan kata-kata yang tidak bertanggungjawab seperti: ‘tunjukkan keberanianmu’, atau lakukan yang terbaik.

Tidak peduli siapapun orangnya, bila mereka berada dalam situasi seperti itu, bagaimana mungkin orang itu tetap mau pergi ke sekolah? Bagaimana mungkin?

Oleh karena itu, tidak peduli apa yang orang-orang katakan, aku dengan tegas memutuskan untuk tinggal di dalam kamar dan menolak pergi keluar.

Aku merasa bahwa siapapun yang mengenalku pasti akan memiliki foto telanjangku dan terus mengejekku.

Meskipun aku tidak keluar kamar, selama aku punya komputer dan internet, aku bisa menghabiskan waktuku. Karena pengaruh internet, aku tertarik dalam banyak hal, dan melakukan sejumlah hal: merakit model plastik, melukis figurin, membuat weblog. Ibuku kelihatannya mendukungku, karena selama aku memintanya, ia akan datang membawa uang untuk membantuku.

Tapi, tidak peduli apa yang aku lakukan, aku pasti menghentikan kegiatan itu kurang dari setahun lamanya.

Melihat seseorang yang lebih baik dariku, membuatku kehilangan motivasi.

Bagi orang lain, aku hanya bermain-main. Tapi, aku yang sendirian dengan begitu banyak waktu, bersembunyi dalam cangkang gelapku, tidak punya hal lain yang bisa kulakukan.

Tidak, bahkan ketika aku memikirkannya kembali, itu hanya sebuah alasan.

Setidaknya, jika aku menjadi seorang mangaka dan mulai menggambar web komik berkualitas buruk, atau menjadi penulis web novel, dan mulai membuat postingan novel, itu mungkin masih lebih baik.

Banyak orang yang punya masalah yang sama denganku, melakukan hal-hal seperti itu.

Aku menertawakan dan melecehkan mereka.

Menghina ciptaan mereka, menganggap diriku sebagai kritikus, mengatakan hal-hal seperti "Ini lebih buruk dari sampah", mengkritisi mereka.

Meskipun aku tidak melakukan apapun sama sekali....

Aku ingin kembali.

Jika itu mungkin, aku ingin kembali ke sekolah dasar, saat aku berada dalam titik tertinggi dalam hidupku, atau ketika pertengahan masa SMP.

Tidak, bahkan bisa kembali satu atau dua tahun pun aku sudah bersyukur.

Cukup berikan aku sedikit waktu, aku masih bisa melakukan sesuatu dengannya.

Meskipun aku mengerjakan segala hal dengan setengah-setengah, tapi tidak peduli yang mana, aku bisa memulai lagi.

Jika aku berusaha maksimal, walaupun aku tidak menjadi yang terbaik, aku setidaknya bisa menjadi profesional.

[. . . . .]

Kenapa aku dulu tidak melakukan satupun hal yang berguna?

Aku pernah memiliki banyak waktu. Meskipun aku tidak keluar ruangan selama waktu itu, tapi aku duduk di depan komputer dan aku bisa melakukan banyak hal. Walaupun aku bukan yang paling atas, aku bisa tetap di tengah-tengah dan berusaha.

Manga, Novel, games, atau coding. Jika aku berusaha sebisa mungkin, aku harusnya dapat membuat prestasi-prestasi kecil. Entah apa prestasi-prestasi itu mampu membuatku mendapatkan uang atau tidak.....

Ah, sudahlah. Itu tidak berguna..

Aku tidak pernah mencoba sebelumnya. Meskipun aku kembali ke masa lalu, aku mungkin akan jatuh ditempat yang sama dan berhenti ditempat yang sama. Karena aku tidak pernah menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh manusia normal yang lain, aku berakhir seperti ini.

[Hm?]

Disuatu tempat di bawah hujan deras ini, aku mendengar orang bertengkar.

Pertengkaran?

Menyebalkan, aku tidak ingin terlibat. Walaupun aku memikirkan itu, langkah kakiku terus berjalan ke arah suara itu.

[---- Itu sebabnya, kau ----]

[Kau yang ----]

Dari yang kulihat, nampaknya ada 3 murid SMA sedang membuat keributan.

Dua pria dan satu gadis. Mengenakan seragam yang jarang terlihat yang mempunyai kerah tegak.

Sepertinya keributan itu setingkat dengan peperangan antar dewa, si cowok yang paling tinggi sedang bercekcok dengan satu-satunya cewek disitu. Cowok yang lain mencoba untuk melerai, tapi kedua orang yang bertengkar itu tidak mau mendengarkan sama sekali.

(Hmm, aku pernah memiliki sesuatu seperti itu)

Di SMP, aku mempunyai sesuatu seperti teman masa kecil yang imut. Ia masih bisa dianggap imut, dan bisa jadi ia peringkat 4 atau 5 cewek yang paling imut di sekolah. Ia ikut dalam klub lari dan memiliki rambut pendek. Kalau ia sedang jalan-jalan, 2 atau 3 dari 10 orang akan menoleh untuk melihat dia, kira-kira penampilan yang semacam itu.

Hanya saja saat itu aku sangat antusias akan suatu anime tertentu dan merasa bahwa klub lari harus punya ikat rambut model pony tail (*ekor kuda), jadi aku pikir ia adalah gadis yang jelek.

Tapi, rumahnya cukup dekat, dan kami sering berbagi kelas yang sama selama SD, dan tak hanya sekali kami pulang ke rumah bersama-sama. Kami punya banyak kesempatan untuk ngobrol bersama, dan juga terkadang saling berbeda pendapat. Sayang sekali. Diriku sekarang, hanya dengan mendengar kata-kata: gadis SMP, teman masa kecil, klub lari, sudah cukup untuk bisa membuatku mast*rbasi sebanyak 3 kali.

Ngomong-ngomong, aku dengar kabar kalau teman masa kecilku itu kelihatannya sudah menikah.

Aku kebetulan mendengar rumor ini ketika saudara-saudaraku sedang ngobrol di ruang tamu.

Hubungan kami sebenarnya tidaklah buruk. Mengenal satu sama lain sejak muda, dan kami juga bisa ngobrol tanpa canggung.

Meskipun aku tidak berpikir kalau ia menyukaiku, tapi jika aku berusaha keras, masuk ke SMA yang sama, ataupun masuk ke klub lari dan masuk ke sekolah yang sama melalui rekomendasi, aku mungkin bisa memicu flag*, lalu menyatakan perasaanku dengan sikap yang serius, kami mungkin bisa pacaran.

(flag; sebuah kondisi dalam pemrograman game yang menyebabkan berubahnya sebuah variable, semisal kalau rute menjadi pacar mulai terbuka di game simulasi pacaran)

Dan kemudian menggoda satu sama lain. Bahkan mungkin, melakukan hal-hal 18+ di dalam kelas saat tidak ada siapapun disekitar.

Hah, emang ini eroge?

(Kalau dipikir-pikir, orang-orang ini benar-benar terjebak dalam kenyataan. Mati aja kalian... Hm?)

Tiba-tiba, seketika aku menyadari sesuatu.

Sebuah truk sedang melaju ke arah mereka dengan kecepatan tinggi.

Juga, pengemudi di dalam truk.

Tertidur di setir kemudi.

Dan mereka bertiga masih belum menyadarinya.

[B-b-b-Bahaya, ah]

Aku mencoba untuk memperingatkan mereka dengan berteriak, tapi karena aku tak pernah menggunakan pita suaraku selama lebih dari 10 tahun, ditambah hujan yang dingin dan rasa nyeri di tulang rusukku, suara pelan dan gagap yang aku keluarkan menghilang dibilas hujan.

Aku harus menyelamatkan mereka, harus. Kenapa kok aku merasa aku harus menyelamatkan mereka, aku memikirkan itu pada waktu yang sama.

Aku punya firasat, jika aku tidak menyelamatkan mereka, 5 detik kemudian aku akan menyesalinya. Jika aku melihat 3 orang tertabrak dan menjadi gumpalan daging, aku akan benar-benar menyesalinya.

Menyesali kenapa aku tidak menyelamatkan mereka.

Oleh karena itu, aku harus menyelamatkan mereka.

Toh lagian, tak lama lagi aku mungkin akan mati kelaparan di pinggir jalan. Setidaknya untuk saat itu, aku ingin memiliki kepuasan tersendiri. Aku tidak ingin terus menyesal pada saat terakhir.

Aku berlari dan tertatih-tatih sepanjang jalan kearah mereka.

Kakiku yang tidak pernah kugerakkan sejak 10 tahun yang lalu tidak mau mendengarkan pikiranku. Ini pertama kalinya dalam hidupku, aku berharap aku bisa berolahraga lebih banyak. Tulang rusukku yang patah berdenyut dengan rasa nyeri yang tak tertahankan, memperlambat setiap langkahku. Pertama kalinya dalam hidupku aku berharap aku mengkonsumsi lebih banyak kalsium.

Rasanya sakit. Sakit sekali, sampai-sampai rasanya aku tak bisa lari lagi.

Tapi aku masih tetap berlari. Lari.

Aku sedang berlari.

Pemuda yang baru saja berselisih tadi memeluk si gadis ketika dia menyadari ada truk mendekat di hadapan matanya.  Pemuda lainnya, yang punggungnya menghadap truk, masih tidak menyadari ada truk yang sedang melaju kencang. Dia hanya terkejut melihat teman cowoknya memeluk teman ceweknya.

Aku meraih kerahnya tanpa ragu-ragu, dan menggunakan semua kekuatanku untuk menariknya ke belakang. Pemuda itu berhasil kutarik, dan jatuh di luar lintasan truk di tepi jalan.

Bagus.

Masih ada dua lagi.

Baru ketika aku memikirkan itu, truk itu ternyata sudah di depanku. Aku hanya berencana untuk menarik mereka dari jarak yang aman, tapi setelah aku menarik mereka kebelakang, gaya sebaliknya* membuatku bergerak maju (*maskudnya gaya aksi dan reaksi).

Hal yang wajar. Meskipun berat badanku lebih dari 100kg, hal ini tidak akan berubah. Hasil dari menggunakan semua kekuatanku untuk berlari, membuat kakiku gemetar dan terseret oleh momentum.

Tepat ketika aku membuat kontak dengan truk, aku merasa seperti mendapat sorotan dibelakang punggungku.

Apakah itu kilas balik sebelum kematian yang sering dirumorkan? Aku tidak bisa melihat apapun dalam waktu sesingkat itu. Itu terlalu cepat.

Apa itu artinya konten hidupku terlalu sedikit?

Aku diterbangkan oleh truk yang beratnya 50 kali lebih berat dariku, ke dinding beton.

[Puhh....!]

Udara di paru-paruku terdorong keluar. Paru-paruku yang terus meminta udara setelah berlari keras, mengejang.

Aku bahkan tidak bisa mengeluarkan suara. Tapi, aku belum mati. Mungkin karena tumpukan lemak yang menyelamatkanku....

Tapi setelah aku memikirkan itu, truk itu muncul di depan mataku lagi.

Tubuhku dipenyet seperti tomat yang pecah diantara truk dan beton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar