Jumat, 10 Oktober 2014

Mushoku Tensei 7

[Web Novel 7] Teman


Aku memutuskan untuk mencoba pergi keluar rumah.

Tidaklah mudah bagi Roxy untuk membawaku pergi keluar. Hal itu tak boleh disia-siakan.

[Ayah. Bisakah aku pergi keluar untuk bermain?]

Pada suatu hari, aku bertanya pada Paul sambil membawa ensiklopedia tumbuh-tumbuhan.

Anak-anak seumuranku sekarang biasanya akan pergi ke tempat yang entah dimana dalam sekejap mata.

Meskipun aku tidak akan pergi terlalu jauh, tapi tidak memberi tahu seseorang terlebih dahulu akan membuat orang tuaku khawatir.
[Keluar? Untuk bermain? Tidak di halaman?]

[Ya.]

[O, ohh. Tentu saja.]

Dia dengan mudah setuju.

[Kalau dipikir-pikir, kamu benar-benar tak memiliki waktu pribadi. Kami membuat keputusan yang sewenang-wenang untuk membiarkanmu mempelajari sihir dan teknik pedang pada waktu yang sama, tapi bermain juga penting bagi anak-anak.]

[Aku bersyukur karena bisa bertemu guru yang hebat.]

Aku sebenarnya berpikir bahwa Paul adalah orang yang sangat ketat dalam pendidikan, tapi kenyataannya dia punya sisi lembut pada pikirannya.

Aku bahkan sudah mempertimbangkan kemungkinan kalau aku akan diminta untuk melatih ilmu pedangku selama seharian penuh. Percuma aku berpikir sejauh itu.

Meskipun dia adalah orang yang melakukan segalanya dengan menggunakan insting, dia bukanlah tipe orang yang mengatakan: "jika ada kemauan, ada jalan".

[Kalau dipikir-pikir, kau sebenarnya ingin pergi keluar, hm. Di masa lalu, aku selalu berpikir kalau tubuhmu itu lemah. Waktu sungguh berjalan dengan sangat cepat.]

[Kenapa ayah menganggap tubuhku lemah?]

Ini adalah pertama kalinya aku mendengar tentang itu. Setahuku aku tidak menderita penyakit khusus.

[Karena kau sama sekali tidak menangis ketika kau masih muda.]

[Begitukah? Yah, bukankah itu bagus kalau tidak ada yang salah dengan tubuhku? Kau membesarkan anak yang sehat dan lucu, heh.]

Aku menunjukan wajah lucu pada Paul, dan dia tersenyum kecut padaku.

[Kau sebenarnya membuatku khawatir ketika kau tidak bertindak seperti anak kecil.]

[Bagian yang mana yang tidak kau sukai kalau anak tertuamu ternyata sangat bisa diandalkan?]

[Um, tidak ada yang serius sih.]

[Tak apa-apa kok kalau kau mendidikku dengan menunjukkan ekspresi kurang puas agar aku bisa menjadi penerus yang layak pada keluarga Greyrat.]

[Bisa dibilang, dulu ayahmu ini adalah anak liar yang hanya punya pikiran untuk membalikkan rok gadis-gadis sepanjang hari.]

[Membalikkan rok, hmmm?]

Dunia ini juga punya hal yang semacam itu?

Pria ini bilang kalau dia sebenarnya adalah anak yang liar.

[Kalau kau ingin menjadi pria yang layak menyandang nama Greyrat, bawalah pacarmu ke rumah.]

Apa? Jadi tipe keluarga kita ini semacam itu?

Bukannya kita bertugas melindungi daerah perbatasan? Bukannya kita bangsawan kelas bawah?

Tidak adakah formalitas atau apapun? Tidak, dalam hal ini, kita hanyalah kelas bawah. Kalau begitu biarkan saja lah seperti itu.

[Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan pergi ke desa untuk mencari tempat dimana aku bisa membalikkan rok para gadis.]

[Ah, kau harus memperlakukan gadis-gadis dengan baik. Dan juga, jangan sombong hanya karena dirimu itu kuat dan mampu menggunakan sihir. Kekuatan seorang pria ada bukan untuk disombongkan.]

Ohh, itu perkataan yang bagus.

Tentu saja, tentu saja, aku benar-benar ingin membiarkan saudara-saudaraku di kehidupan yang lalu mendengarkan itu juga.

Itu benar, hanya mengandalkan kekerasan untuk melakukan sesuatu itu adalah hal yang sia-sia .

Paul mengatakannya dengan sangat baik. Aku juga orang yang berpikir secara logika.

[Aku mengerti ayah. Tujuan untuk menjadi kuat adalah agar bisa terlihat keren di hadapan gadis-gadis!]

[……… Tidak, bukan seperti itu.]

Eh? Topik ini tidak mengarah ke sana?

Oops. Hehe.

[Aku cuma bercanda. Kekuatanku ada untuk melindungi yang lemah kan?]

[Mmmm, itu benar.]

Saat kita selesai membicarakan ini, aku menempatkan ensiklopedia tumbuh-tumbuhan dibawah tanganku, dan menempelkan tongkat yang diberikan Roxy padaku pada area pinggangku. Saat aku sudah siap untuk berangkat, aku tiba-tiba ingat sesuatu dan memutar kepalaku.

[Oh iya. Ayah, aku akan keluar dari waktu ke waktu di masa depan nanti, tapi aku akan selalu memberitahu seseorang kalau aku ingin keluar, dan aku tidak akan melewatkan latihan sihir dan pedang setiap harinya. Aku akan kembali sebelum petang dan aku tidak akan pergi ke tempat yang berbahaya.]

[Ah........ Hoh.]

Untuk jaga-jaga, aku akan memperjelas hal itu terlebih dahulu.

Paul tiba-tiba menjadi terdiam.

Sebenarnya, yang seharusnya mengatakan itu adalah kamu kan?

[Baiklah, aku berangkat.]

[.......... Berhati-hatilah di jalan.]

Dengan demikian, aku berjalan keluar dari gerbang rumah.

***

Setelah beberapa hari.

Dunia luar tidaklah menakutkan. Semuanya berjalan lancar. Aku bahkan berhasil menyapa orang-orang yang lewat dengan ceria.

Semua orang juga mengenalku. Anak dari Paul dan Zenith. Murid dari Roxy.

Aku akan memperkenalkan diriku pada orang-orang yang aku temui untuk pertama kalinya. Aku akan mengucapkan 'halo' pada orang-orang yang aku temui untuk kedua kalinya. Semua orang juga akan membalasku dengan senyuman di wajah mereka.

Sudah sangat lama rasanya sejak aku merasa sesantai ini.

Kontribusi terbesar yang mampu membuat hidupku di desa berjalan semulus ini adalah berkat ketenaran yang dimiliki Paul dan Zenith. Sisanya berkat Roxy.

Ya pada dasarnya aku bisa keluar dari rumah itu adalah hasil dari usaha Roxy.

Aku akan merawat artifak suci mu dengan baik (celana dalam).

***

Nah, sekarang.

Tujuanku pergi keluar rumah adalah untuk belajar mandiri dan juga untuk mengingat geografi lingkungan sekitar.

Jika aku mengingatnya, maka aku tidak akan tersesat sekalipun tiba-tiba aku di usir dari rumah.

Pada waktu yang sama, aku ingin menginvestigasi tanaman.

Kebetulan aku punya ensiklopedia tumbuh-tumbuhan, dan aku bisa mengidentifikasi tumbuhan mana yang bisa dimakan atau tidak, dan juga membedakan antara tanaman obat dan racun..... Mengidentifikasi mereka adalah hal yang bagus.

Dengan begitu, sekalipun aku di usir dari rumah, aku tak akan kelaparan.

Roxy memberitahuku gambaran kasar tentang tanaman-tanaman yang ada di desa, seperti gandum, sayur-sayuran dan bahan-bahan untuk membuat parfum.

Bahan-bahan untuk membuat parfum, adalah bunga-bunga dari tanaman bernama Bardius, yang menyerupai lavender.

Warnanya ungu pucat, dan juga bisa dimakan.

Dengan memperhatikan tanaman yang menarik mata, aku membandingkan tanaman yang aku lihat dengan yang ada di ensiklopedia tumbuh-tumbuhan.

Tapi, desa ini tidak terlalu besar, jadi tak ada banyak jenis tanaman yang ada di sini.

Setelah beberapa hari, rute perjalananku menjadi lebih luas, dan aku mulai bergerak ke arah hutan.

Ada banyak tipe tanaman di hutan.

[Berdasarkan rumor, hutan itu adalah tempat yang lebih berbahaya, karena mana berkumpul dengan lebih mudah di sana.]

Area dimana mana cenderung berkumpul dengan mudah akan memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menciptakan magical creature.

Ini karena makhluk-makhluk akan menjalani perubahan mendadak bila terkena mana yang berlebihan.

Walaupun aku sendiri tidak tahu mengapa mana lebih mudah berkumpul di dalam hutan.

Tapi, wilayah ini hanya memiliki magical creature yang sangat sedikit, karena penduduk desa akan memburu mereka secara berkala, dan membuatnya jadi lebih aman.

Perburuan Magical Creature, tepat seperti arti kalimat itu sendiri.

Setiap bulan, prajurit, pemburu dan tim patroli yang terdiri dari sekelompok pria dari desa akan berangkat dengan kekuatan penuh dan memasuki hutan untuk membersihkan semua magical creature.

Tapi ada rumor yang mengatakan bahwa jauh di dalam hutan, ada kemungkinan munculnya magical creature yang mengerikan.

Meskipun aku bisa menggunakan sihir dan memiliki suatu kekuatan untuk bertarung, aku masihlah seorang NEET yang belum pernah bertarung sekalipun sebelumnya

Aku tidak boleh sombong.

Aku tidak punya pengalaman bertarung dengan sungguh-sungguh. Akan ngeri jadinya bila aku membuat kesalahan gara-gara aku terlalu memandang tinggi diriku sendiri.

Aku sudah banyak melihat orang yang mati seperti itu......... di dalam manga.

Dan juga, aku bukanlah orang yang berdarah panas. Aku pikir menghindari pertarungan adalah hal yang terbaik.

Jika aku melihat magical creature, aku akan berlari menuju Paul dan melaporkannya.

Aku hanya akan melakukan itu.

Aku naik ke atas bukit kecil sembari berpikir.

Ada pohon besar yang tumbuh sendirian, dan tingginya jauh melampau pohon yang lain.

Itu adalah pohon terbesar yang ada di sekitar sini.

Aku berencana untuk memeriksa jenis pohon seperti apakah itu.

Dan pada saat itu.

[Ras sihir gak boleh tinggal disini!]

Suara itu terbawa angin.

Itu mengingatkanku pada kenangan buruk yang aku miliki.

Kenangan yang membuatku bertahan di rumah sebagai seorang NEET.

Dan juga mimpi buruk ketika aku memiliki nama panggilan, “Bocah yang belum di sunat”.

Dan, suara ini sangat menyerupai suara yang dulu sering memanggilku dengan nama panggilan itu.

Suara yang jelas-jelas dimiliki oleh seorang bully.

[Pergilah!!]

[Rasakan ini!]

[Aku berhasil mengenainya!]

Aku mengalihkan pandanganku dan menemukan sawah yang berubah menjadi area seperti rawa karena hujan yang turun baru-baru ini.

Di sawah, aku melihat 3 anak yang tubuhnya belepotan lumpur tengah melemparkan lumpur ke arah seorang anak laki-laki.

[Kau mendapat 10 poin jika kau mengenai kepalanya!]

[Oke!]

[Aku mengenainya! Aku mengenainya!]

Woah. Ini benar-benar mengganggu. Lapor pak, ada bully yang terlihat. Para berandalan itu merasa bahwa memperlakukan orang yang memiliki tingkatan sosial yang lebih rendah dari mereka dengan semena-mena adalah hal yang wajar. Membeli pistol angin dan menembaki korban mereka. Sudah jelas ada aturan yang mengatakan bahwa kau tidak boleh menembak manusia. Mereka bahkan tidak memperlakukan korban mereka sebagai manusia.

Kau tidak bisa memperlakukan berandalan seperti itu sebagai manusia.

Dan omong-omong soal anak laki-laki itu, semuanya kan bakal beres kalau ia lari dengan cepat, tapi aku tak mengerti kenapa dia diam saja saat menerima gangguan itu.

Aku kembali melihat anak itu sekali lagi, dan akhirnya aku sadar bahwa dia sedang membawa sesuatu yang seperti keranjang di depan dadanya, dan dia memeluk keranjang itu untuk melindunginya dari lumpur.

Dengan demikian, dia tidak dapat menghidari serangan dari para bully.

[Dia membawa sesuatu!!]

[Harta karun ras sihir!!]

[Dia pasti mencurinya dari suatu tempat!!]

[Yang lemparannya bisa kena itu dapat 100 poin!!]

[Curi hartanya!!]

Saat aku berlari menuju anak-anak berandalan itu, aku menciptakan bola lumpur dengan menggunakan sihir. Segera setelah aku mencapai jarak tembak yang pas, aku melempar bola lumpur itu dengan seluruh kekuatanku.

[Wah!]

[Ada apa!?]

Aku mengenai wajah dari bocah yang seperti pimpinan mereka.

[Ouch, lumpurnya masuk kedalam mataku.]

[Apa yang kau lakukan!!]

[Pergilah, ini gak ada hubungannya denganmu!!]

[Apa kau mau menjadi sekutu dari ras sihir ini hah!!]

Dalam sekejap sasaran mereka berubah menjadi aku.

Di dunia manapun, hal ini tetap sama saja.

[Aku bukan sekutu dari ras sihir. Aku adalah sekutu dari mereka yang lemah.]

Aku mengatakannya dengan penuh kebanggaan, tapi para berandalan muda itu merasa kalau mereka lah yang berada pada sisi yang benar.

[Ngapain kamu bersikap sok keren!!]

[Kau adalah anak dari si ksatria itu kan!!]

["Tuan muda" bangsawan, hah!!]

Arara, ini gawat. Identitasku bocor.

[Apa kau benar-benar berpikir kalau anak dari seorang ksatria akan diperbolehkan untuk melakukan ini, hah!!]

[Aku akan menceritakan ini kepada orang lain, si ksatria itu telah menjadi sekutu dengan ras sihir!!]

[Beritahu kakak-kakak kita untuk datang sekarang!!]

[Kakak!! Ada orang aneh disini!!]

Para bocah menggunakan ‘Panggilan Bala Bantuan’!

Tapi itu tidak efektif sama sekali

Akan tetapi, kakiku gemetaran!

Wah, meskipun memang ada 3 orang di pihak lawan, fakta kalau kakiku melemah hanya karena mendengar teriakan anak-anak itu, sungguh benar-benar memalukan.

Apa ini akibat dari di bully sampai menjadi seorang NEET......

[Di-diam! Kalian itu yang paling parah, soalnya membully satu orang, padahal kalian bertiga!]

Mereka menunjukan ekspresi [Huh~?].

M-menjengkelkan.

[Kalian itu yang menjengkelkan, untuk apa kalian berteriak, idiot!!]

Karena aku marah, aku melemparkan sebuah bola lumpur ke arah mereka. Meleset.

[Idiot!!]

[Darimana orang itu mengambil lumpur!!]

[Siapa peduli, cukup lemparkan kembali padanya!!]

Balasan mereka kepadaku tiga kali lebih parah daripada yang aku lakukan kepada mereka. Aku bergantung pada apa yang diajarkan Paul kepadaku, dan menggunakan sihir untuk menghindari semua lemparan mereka dengan elegan.

[Aku tidak bisa mengenainya!!]

[Kenapa kamu menghindar!!]

Hahaha, sekuat apapun seranganmu, percuma saja kalau tak ada yang kena!

Mereka terus melempariku untuk sementara waktu, dan setelah menyadari bahwa mereka tidak bisa mengenaiku, mereka berhenti seolah-olah mereka menjadi bosan.

[Ah~ahh! Ini membosankan!!]

[Ayo pergi!!]

[Aku akan beritahu orang-orang bahwa anak dari ksatria itu telah menjadi sekutu dari ras sihir!!]

Kami tidak kalah. Kami hanya bosan bermain.

Dengan meninggalkan argument di atas, 3 anak nakal itu berjalan ke sisi lain dari ladang gandum.

Sukses! Aku menang melawan bully untuk pertama kalinya dalam hidupku!

Y-yah, itu tak terlalu bisa dibanggakan.

Mm, kalau dipikir-pikir, aku masih belum ahli dalam hal bertarung. Syukur deh semuanya bisa selesai tanpa perlu berkelahi.

[Hey, apa kau baik-baik saja? Apa barangmu baik-baik saja?]

Pokoknya, aku berbalik untuk melihat anak muda yang tadi dilempari........

[Wooah......]

Ada seorang bishounen yang membuat orang-orang berpikir kalau umur anak itu berbeda dari apa yang ditunjukkan oleh penampilannya.

Rambutnya sedikit terlalu panjang untuk anak kecil, hidung seperti ukiran, bibir kecil manis, dagu lancip. Kulitnya seperti porselin -------- bersama dengan ekspresi wajah yang mirip seperti kelinci ketakutan, menciptakan keindahan estetika yang tak bisa dilukiskan.

Sialan, kalau saja Paul lebih mirip dengan seorang Bishounen, maka aku mungkin juga akan..........

Nggak, Paul itu lumayan. Zenith juga sangat cantik.

Wajah ini tidak punya masalah.

Dibandingkan dengan wajahku sebelumnya yang penuh dengan lemak selulosa, benar-benar tidak ada masalah.

Yup, itu pasti.

[Um..... Um..... A-aku baik-baik saja....]

Anak itu menunjukanku ekspresi takut.

Dia hampir seperti binatang kecil, dan mampu membuat orang merasa perlu untuk melindunginya.

Shotacon onee-san manapun bila melihat tampang itu, sudah pasti akan langsung ketagihan.
(T/L note: shotacon kebalikan lolicon)

Tapi sekarang seluruh tubuhnya dikotori oleh lumpur.

Ada lumpur di segala penjuru pakaiannya. Setengah dari wajahnya tertutupi oleh lumpur, dan warna rambutnya pun juga telah berubah menjadi warna lumpur.

Bisa dibilang itu adalah sebuah keajaiban, karena keranjang yang ia lindungi tak terkena lumpur sedikitpun..

Tidak ada pilihan lain.

[Turunkan benda itu, dan berlututlah disamping saluran air sebelah sana sebentar.]

[Eh.....? Eh......?]

Meskipun dia bingung, tapi aku tidak tahu kenapa dia masih mau mengikuti perintahku.

Seolah-olah dia tidak bisa melawan perintah apapun.

Yah, jika dia bisa melawan perintah dari seseorang, dia pasti sudah akan membalas para berandalan yang tadi.

Anak itu berlutut dan bersikut dengan kedua tangan dan kakinya, dan wajahnya menghadap ke arah saluran air.

Kalau ada shotacon onii-chan yang melihat itu, dia pasti akan melakukan sesuatu yang ilegal… .

[Tutup matamu.]

Aku mengatur temperatur air ke tingkat yang tepat dengan menggunakan sihir api.

Aku membuat air hangat yang panasnya sekitar 40 derajat.

Dan menuangkannya ke atas anak itu.

[Waah!!]

Aku meraih leher bocah yang sedang panik itu, dan membersihkan lumpur yang ada di rambutnya.

Meskipun pada awalnya ia melawan, namun setelah ia terbiasa dengan temperatur air, ia menjadi tenang.

Pakaiannya..... Yah, akan lebih baik untuk mencucinya di rumah.

[Baiklah, ini seharusnya sudah cukup.]

Setelah membersihkan lumpur, aku menggunakan sihir api untuk membuat angin hangat seperti pengering rambut, sementara aku menggunakan handuk untuk mengelap wajah anak itu dengan hati-hati.

Dan, bersama dengan telinga panjang dan lancip seperti yang dimiliki oleh Elf, rambut berwarna emerald muncul di hadapanku.

Saat aku melihat warna itu, aku langsung ingat dengan kata-kata Roxy.

[Jangan pernah mendekati ras dengan rambut berwana emerald.]

Erm?

Bukan, ada sesuatu yang sedikit berbeda.

Aku ingat kalau gak salah.......

[Untuk mereka yang memiliki rambut berwana emerald, dengan batu berwarna ruby pada dahi mereka, jangan pernah mendekati mereka.]

Yup, itu baru benar.


Ras yang mempunyai batu berwarna ruby tertancap pada dahi mereka.

Anak itu punya dahi yang lebar dengan warna putih yang indah.

OK, aman.

Dia bukan dari ras Supard yang berbahaya.

[Te...Terimakasih....]

Kesadaranku kembali setelah dia berterimakasih padaku.

Hey, hey, itu membuatku sedikit melompat.

Aku memberikan saran yang terkesan angkuh kepada anak itu, dengan tujuan untuk sedikit menyembunyikan rasa malu ku.

[Hei kau. Kalau kau tidak melawan, mereka akan selalu datang mengganggumu.]

[Aku tidak bisa menang......]

[Hal yang paling penting adalah mempunyai kemauan untuk melawan balik.]

[Tapi, mereka selalu punya teman yang lebih besar.... Aku takut kalau nanti aku disakiti.....]

Oh begitu.

Jika dia melawan, mereka akan memanggil orang lain untuk memaksanya menyerah?

Jadi hal itu benar-benar sama di dunia apapun.

Berkat usaha Roxy, orang-orang dewasa mau menerima ras sihir, tapi anak-anak itu berbeda.

Kadang-kadang mereka bisa menjadi luar biasa jahat.

Jika ada seseorang yang sedikit berbeda, anak-anak akan menolak mereka.

[Pasti sulit ya bagimu. Karena warna rambutmu mirip ras Supard, kau jadi di bully.]

[Apa k-kau tak apa dengan itu....?]

[Itu karena guruku juga berasal dari ras sihir. Kamu berasal dari ras apa?]

Roxy bilang ras Migurd itu dekat dengan ras Supard.

Mungkin anak ini juga datang dari ras yang seperti itu.

Aku menanyakan dia dengan pikiran ini, tapi anak itu menggelengkan kepalanya.

[....... Aku tidak tahu.]

Hmm, kau tidak tahu?

Mungkin itu karena usianya yang masih kecil?

[Apa ras ayahmu?]

[..... Dia setengah manusia, setengah elf.]

[Bagaimana ibumu?]

[Manusia, tapi ia punya sedikit garis keturunan dari ras hewan(beast).....]

Jadi garis keturunan anak ini adalah setengah elf dan seperempat hewan?

Apa itu sebabnya dia punya rambut semacam ini....?

Ketika aku sedang memikirkan itu, mata anak itu mulai penuh dengan air mata.

[..... Jadi, meskipun ayahku bilang..... Aku bukan dari ras sihir.... tapi, warna rambutku, berbeda dari ayah dan ibuku...]

Aku menghibur anak itu dengan mengelus kepalanya.

Tapi, warna rambut berbeda itu juga bisa menjadi masalah yang besar.

Ada kemungkinan ibunya melakukan perselingkuhan dengan pria lain.

[Perbedaannya hanya pada warna rambut?]

[.... Telingaku, lebih panjang dari telinga ayahku....]

[Oh begitu.....]

Rambut hijau, ras sihir bertelinga panjang..... orang seperti itu kemungkinan ada di semua tempat.

Hmm, meskipun aku tidak mau terlalu mencampuri urusan rumah tangga orang lain, tapi aku juga anak kecil yang pernah di bully, jadi lebih baik aku membantu anak ini. Terlalu menyedihkan rasanya kalau dia dibully hanya karena warna rambutnya.

Dulu sewaktu aku di bully, memang penyebabnya sebagian adalah kesalahanku sendiri.

Tapi anak ini berbeda. Bereinkarnasi dan kemudian menjadi mandiri tidaklah mungkin baginya.

Dia dilempari lumpur oleh anak-anak yang lain hanya karena warna rambut miliknya sedikit berwarna hijau sejak ia lahir.

Uuuu...... cukup memikirkan itu bisa  membuatku mengompol ketakutan.

[Apa ayahmu bersikap baik padamu?]

[...... Ya. Meskipun ayah menakutkan saat dia marah, tapi ayah tidak akan marah jika aku mau mendengarkannya.]

[Begitukah? Bagaimana dengan ibumu?]

[Ibu sangat baik.]

Hoh. Kedengarannya, kedua orang tua anak itu sangat menyayanginya.

Tunggu sebentar, hal seperti itu tidak pernah menjadi benar-benar jelas.

[Baiklah, ayo kita pergi.]

[..... Pergi, pergi kemana?]

[Aku akan mengikutimu.]

Dengan mengikuti anak itu, aku akan bisa menemui kedua orang tuanya. Sungguh masuk akal sekali bukan.

[...... Ke-kenapa kau ingin mengikutiku?]

[Yah, kau tahu, berandalan yang tadi mungkin akan datang kembali. Biarkan aku mengantarmu. Apa kau mau pulang ke rumah? Atau apa kau ingin mengirim keranjang ini ke suatu tempat?]

[Aku mengirimkan makanan..... untuk ayah.....]

Ayahnya adalah setengah elf?

Dalam hal elf yang ada di buku-buku cerita, mereka mampu hidup lama, menjalani hidup dalam kesendirian, dan menunjukkan sikap arogan terhadap ras lainnya. Mereka sangat berpengalaman dalam memanah dan sihir, khususnya sihir air dan angin. Dengan telinga panjang yang bonafid.

Menurut Roxy, [Pada dasarnya gambaran itu cocok, tapi mereka sebenarnya bukan ras yang tertutup.]

Seperti yang kuduga, apakah para elf memiliki penampilan yang cantik? Tidak, elf cantik hanyalah imajinasi orang Jepang. Dalam game yang dirilis oleh developer dari negara barat, elf terlihat lemah dan, mereka tidak benar-benar tampak cantik. Ada beberapa perbedaan budaya di antara negara kami.

Walaupun, hanya dengan melihat anak ini, seseorang akan sadar kalau kedua orang tuanya pasti memiliki kombinasi daya tarik yang mantap.

[Boleh aku tanya...... Kenapa, kau melindungiku?]

Anak itu berbicara dengan gagap, dan aksinya itu membuat orang lain ingin melindunginya.

[Karena ayahku bilang, kami harus menjadi kawan dari mereka yang lemah.]

[Tapi...... kau akan dijauhi oleh orang lain.]

Itu benar.

Kalau aku membantu orang yang di bully, aku juga akan di bully ----- Hal yang umum.

[Kalau begitu, gimana kalau kau bermain denganku. Mulai dari sekarang, kita adalah teman.]

[Eh!?]

Jadi mari kita buat sebuah team, yeah.

Pem-bully-an berantai (halah) biasanya terjadi setelah kelompok yang dibantu mengkhianati orang yang membantu mereka. Orang yang mendapat bantuan seharusnya bertanggung jawab dan berterima kasih pada orang yang membantu mereka. Walaupun situasi anak ini berbeda, ada alasan yang lebih mendalam soal kenapa ia di bully. Aku ragu dia akan mengkhianatiku dan bergabung dengan tukang bully yang lain.

[Ah, apa kau perlu bantuan dengan pekerjaan rumah?]

[Ti-tidak.]

Aku juga perlu mendengarkan pendapatnya, tapi dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi lemah.

Ekspresi yang ia tunjukkan benar-benar luar biasa. Dia pasti akan membuat doyan Onee-chan yang memiliki gejala shotacon.

Yah,menurutku ini ide yang sangat bagus.

Dia pasti akan jadi sangat populer diantara gadis-gadis dengan wajahnya yang tampan. Kemudian, kalau aku bersamanya, gadis yang lain mungkin akan menyadariku. Meskipun wajahku bukanlah sesuatu yang spesial, tapi jika kami berdua berdiri bersama, kami akan tampak seperti tangkapan berkualitas.

Gadis yang tak terlalu percaya diri untuk mendekati anak ini akan mengubah target mereka menjadi diriku.

Aku lebih suka gadis seperti itu, daripada gadis yang memiliki kepercayaan diri yang terlalu tinggi.

Harusnya itu berhasil. Gadis-gadis akan berjalan bersama dengan orang yang lebih jelek untuk menonjolkan kecantikan mereka. Aku adalah kebalikannya.

[Syl...ph-----]

Dia membisikkan namanya dengan pelan, tapi aku tidak mendengar dengan jelas bagian belakang namanya. Sylph, eh?

[Itu nama yang bagus. Sama seperti roh angin.]

Saat aku mengatakannya, pipi Sylph memerah, dan ia pun mengangguk.

***

Ayahnya Sylph juga seorang bishounen.

Telinga yang panjang dan lancip, rambut emas berkilauan, dan tubuh yang lentur tanpa otot berlebihan. Dia tidak sedikitpun menodai reputasi yang dimiliki nama “Half-Elf”, dan sebagai seorang pria, dia mewarisi poin baik yang dimiliki ras elf dan manusia.

Dia berdiri diatas menara pengintai, tangannya memegang sebuah busur sambil mengawasi hutan.

[Ayah, ini, bento......]

[Ah, maaf ya aku selalu menyusahkanmu, Luffy. Kau tidak di bully hari ini?]

[Tidak, seseorang membantuku.]

Saat ia melirik ke arahku, aku membuat gestur salam sederhana.

Luffy adalah nama panggilannya, eh? Kenapa ya kok aku merasa dia bakal tiba-tiba memanjangkan tangan dan kakinya?

Mungkin kalau Sylph bersikap optimis, ia tak akan di bully oleh anak-anak lainnya.

[Senang bertemu denganmu. Nama saya Rudeus Greyrat.]

[Greyrat..... Kamu anggota keluarganya Paul?]

[Ya. Paul adalah ayah saya.]

[Oh, aku sudah mendengar kabar tentangmu. Kau benar-benar anak yang sopan. Oh, maafkan aku. Namaku Rawls. Aku biasanya berburu didalam hutan.]

Menurut Rawls, menara pengintai ini dimaksudkan untuk mengawasi jika ada magical creature yang datang dari hutan. Menara ini dipantau selama 24 jam sehari, dan yang bertugas adalah pria dewasa dari desa. Paul juga punya giliran untuk menjaga disini, jadi Rawls telah bertemu dengan Paul, dan keduanya telah berdiskusi tentang anak-anak mereka kepada satu sama lain.

[Anak kami terlihat seperti ini karena dia sedikit menyerupai nenek moyang kami. Aku harap kamu bisa rukun dengan anak ini.]

[Tentu saja. Bahkan meskipun Sylph berasal dari ras Supard, sikap saya tidak akan berubah. Saya bersumpah atas nama ayahku.]

Setelah mendengar perkataanku, Rawls mengutarakan kekagumannya.

[Kau mengerti tentang kehormatan pada usia muda seperti ini..... Aku iri pada Paul, karena mempunyai anak yang hebat seperti ini.]

[Menjadi hebat ketika masih muda, bukan berarti bahwa orang itu akan terus menjadi hebat. Masih belum terlalu terlambat kalau kau ingin merasa iri. Kau bisa menunggu sampai Sylph tumbuh menjadi lebih besar.]

Aku juga menghibur Sylph pada waktu yang sama.

[Jadi begitu...... Kau memang persis seperti apa yang digambarkan oleh Paul.]

[....... Apa yang dikatakan ayah?]

[Dia bilang, dia kehilangan kepercayaan diri sebagai seorang ayah ketika dia berbicara denganmu.]

[Begitukah? Ya sudah, nanti saya akan melakukan beberapa kesalahan agar dia bisa memberiku nasehat.]

Ujung lengan bajuku ditarik ketika aku sedang mengobrol dengan Rawls. Saat aku melihat kebelakang, aku melihat Sylph sedang menundukan kepalanya sambil menarik ujung lengan bajuku. Apa terlalu membosankan bagi anak kecil ketika orang dewasa sedang berbicara?

[Rawls-san. Bisakah kami bermain sebentar?]

[Ah, tentu saja. Tapi, jangan mendekati hutan.]

Itu sebenarnya tidak terlalu penting untuk dikatakan.....

Tapi aku pikir itu mungkin tidaklah cukup.

[Ada pohon yang sangat besar diatas bukit saat kami datang kemari. Kami akan bermain disebelah sana, dan sebelum matahari tenggelam, saya akan membawa Sylph pulang. Tapi jika kau tidak melihat kami saat kau pulang ke rumah, maka ada kemungkinan besar bahwa kami sedang berada dalam masalah, jadi tolong carilah kami.]

[Ah...... Hah.]

Yah, ini adalah dunia yang tak memiliki ponsel. Laporan, komunikasi, dan diskusi, harus diadakan secara langsung.

Tidak ada cara yang pasti untuk bisa menghindari kecelakaan. Sangat penting untuk melakukan tindakan pencegahan sebelum situasi yang terburuk terjadi.

Meskipun keamanan nasional di negeri ini bisa dibilang baik, tapi kita tidak akan tahu bahaya seperti apa yang sedang menanti.

Di saat Rawls masih memandang kami dengan tatapan terkejut, kami berjalan menuju pohon besar yang ada di bukit.

[Baiklah, apa yang harus kita mainkan?]

[Ti-tidak tahu...... Aku tidak pernah bermain dengan t-teman sebelumnya......]

Sylph tampaknya ragu-ragu soal isu "teman". Dia mungkin belum pernah punya teman.

Kasihan sekali. Meskipun kalau dipikir-pikir sebenarnya aku juga tidak punya teman.

[Hmm. Kalau dipikir-pikir, aku juga seseorang yang hanya tinggal didalam ruangan sampai sekarang. Apa yang harus kita mainkan?]

Sylph tampak menggerak-gerakkan tangannya dengan gelisah dan melihatku dengan mendongakkan kepalanya.

Tinggi ku sebenarnya sama dengan tinggi Sylph, tapi saat ini dia sedang membungkuk sambil mengangkat wajahnya untuk melihatku.

[Erm, mengapa ucapanmu berubah antara aku dan saya dari waktu ke waktu?]

[Hm? Ahh. Tidak sopan rasanya kalau kau tidak mengubah gaya bicaramu untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicaramu. Penting untuk menggunakan bahasa sopan terhadap seseorang dengan posisi yang lebih tinggi.]

[Bahasa sopan?]

[Itu yang barusan aku lakukan.]

[Hrm?]

Dia sepertinya tidak benar-benar paham, tapi itu adalah sesuatu yang nantinya akan dipelajari oleh setiap orang dengan perlahan-lahan.

Begitulah cara seseorang menjadi dewasa.

[Daripada ini, soal yang tadi itu, ajari aku.]

[Yang tadi?]

Sylph berkedip dan menggunakan tangannya untuk menjelaskan.

[Air panas yang mengalir keluar dari tanganmu, dan angin panas yang berhembus. Itu.]

[Ah--. Itu.]

Sihir yang aku gunakan untuk membersihkan lumpur dari tubuhnya.

[Apa itu sulit?]

[Meskipun itu sulit, tapi kalau kau berlatih, siapapun bisa melakukannya..... mungkin.]

Jumlah kapasitas mana yang kumiliki sekarang telah bertambah begitu banyak, sampai aku sendiri tidak tahu seberapa banyak mana yang aku miliki. Ditambah lagi, aku tak yakin dengan seberapa banyak kapasitas mana yang dimiliki oleh rata-rata orang disini.

Meskipun yang tadi itu hanya menggunakan sihir api untuk menghangatkan air. Kalau untuk menggunakan air panas instan tanpa penggunakan voiceless incantation, aku pikir semua orang akan bisa melakukannya dengan cara menggunakan melded magic. Jadi seharusnya Sylph bisa. Mungkin.

[Oke. Mulai dari sekarang, kita akan mengadakan latihan spesial!!]

Aku dan Sylph bermain seperti itu hingga malam tiba.

***

Ketika aku sampai di rumah, aku melihat Paul sedang dalam suasana hati yang buruk.

Dia menunjukan ekspresi marah. Kedua tangannya berada pada pinggangnya selagi berdiri di beranda.

Hm, apa aku mengacaukan sesuatu? Kalau aku pikir-pikir, penyebabnya hanya ada satu, kemungkinan artefak suci (celana dalam Roxy) yang aku simpan dengan hati-hati telah ketahuan…

[Ayah, aku pulang.]

 [Apa kau tahu mengapa aku marah?]

[Tidak.]

Lebih baik aku berpura-pura tak tahu. Kalau ternyata celan… artefak suci yang ku simpan tak ketahuan, itu namanya aku bakal menggali kuburanku sendiri.

[Sebelumnya, Nyonya Ada datang mencariku. Tampaknya kau memukuli Somar, anaknya.]

Ada, Somar. Siapa?

Aku mulai memikirkan nama-nama yang belum pernah kudengar sebelumnya.

Pada dasarnya, aku hanya menyapa orang lain di desa ini.

Jika aku memperkenalkan namaku sendiri, orang lain akan memperkenalkan nama mereka juga. Apa ada diantara mereka yang bernama Ada? Rasanya seperti ya dan tidak.....

Hm? Tunggu dulu.

[Apa isu ini tentang hari ini?]

[Ya.]

Aku bertemu Sylph, Rawls, dan 3 anak nakal hari ini.

Itu artinya, Somar adalah salah satu 3 anak nakal itu?

[Aku tidak memukulnya. Aku hanya melemparkan lumpur ke arahnya.]

[Apa kau ingat dengan apa yang aku katakan sebelumnya?]

[Tujuan untuk menjadi kuat bukanlah untuk menyombongkan diri?]

[Benar.]

Oh hoh.

Oh begitu. Kalau dipikir-pikir, mereka bilang kalau mereka akan mengumumkan bahwa aku telah menjadi sekutu dari ras sihir.

Aku tidak yakin kebohongan seperti apa yang mereka gunakan, tapi dalam hal ini, sudah jelas kebohongan itu ditujukan padaku.

[Aku tidak yakin kabar apa yang telah ayah dengar....]

[Tidak!! Jika kau melakukan sesuatu yang salah, kau harus meminta maaf terlebih dahulu!!]

Aku dimarahi.

Aku tidak yakin dengan apa yang dia dengar, tapi sepertinya ia tak mencurigai kabar itu sedikitpun.

Merepotkan. Dalam keadaan seperti ini, meskipun aku bilang kalau aku membantu Sylph gara-gara Somar dan teman-temannya sedang mem-bully nya, akan terdengar seperti aku sedang berbohong.

Tapi aku hanya bisa memulai semuanya dari awal.

[Sebenarnya aku sedang berjalan.....]

[Jangan mencari alasan!!]

Paul menjadi semakin tidak sabar. Lupakan soal kebohongan, bahkan penjelasan ku pun tak akan diterima.

Meskipun tak akan ada masalah bila aku mengucapkan maaf terlebih dahulu, namun aku berpikir hal itu tak akan bagus bagi Paul.

Aku tidak ingin adik-adikku nanti juga menemui perlakuan yang tidak adil seperti ini.

Gaya pendidikan seperti ini tidaklah baik.

[.......]

[Kenapa kau terdiam?]

[Karena apapun yang aku katakan akan dijadikan alasan bagimu untuk memarahi aku.]

[Apa kau bilang!?]

Paul menatapku dengan penuh amarah.

[Menjadi marah dan memaksa anak kecil untuk meminta maaf tanpa bisa melakukan pembelaan terlebih dahulu, metode orang dewasa yang begitu sederhana dan mudah itu benar-benar membuatku iri.]

[Rudy!!]

Plak, wajahku menerima hantaman keras.

Aku ditampar.

Tapi aku sudah menduga itu. Dengan memprovokasi seseorang, sudah pasti artinya aku akan mendapat balasan. Tentu saja itu akan terjadi.

Jadi aku berdiri dengan tegap. Aku belum pernah di pukul selama hampir 20 tahun.....

Oh salah, aku dihajar habis-habisan ketika aku di usir dari rumah, jadi aku belum pernah dipukul sejak 5 tahun yang lalu.

[Ayah. Aku telah melakukan semua yang aku bisa untuk menjadi anak yang baik. Aku selalu menuruti ajaran orang tuaku, dan aku telah menyelesaikan berbagai hal dengan usahaku sendiri semaksimal mungkin.]

[Itu tak ada hubungannya dengan urusan yang sekarang kan?]

Tampaknya Paul tak mengira bahwa dirinya sendiri akan memukulku.

Dia jelas-jelas merasa kebingungan.

Yah, itu bagus.

[Tidak, tentu itu ada hubungannya dengan ini. Aku telah bekerja keras untuk mendapatkan kepercayaan ayah dan untuk mendapatkan ketenangan batin, namun ayah sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasanku, dan malah mempercayai seseorang yang belum pernah aku temui sebelumnya, kemudian meneriaki aku, sebelum akhirnya ayah memukulku.]

[Tapi, Somar, anak itu benar-benar terluka......]

Benarkah?

Itu bukan sesuatu yang aku lakukan. Apa dia melakukannya sendiri?

Dia mungkin sengaja memalsukan luka itu…

Yah pokoknya, itu sungguh sangat disayangkan. Kali ini kebenaran ada di sisi ku.

Ini bukanlah bohong soal jatuh karena kecelakaan.

[Bahkan meskipun dia terluka karena aku, aku tidak akan meminta maaf. Karena aku tidak mengkhianati pelajaran yang ayah berikan, aku bahkan bisa bilang dengan bangga bahwa akulah yang melakukan itu.]

[..... Tunggu, apa yang sebenarnya terjadi?]

Oh, apa kau akhirnya tertarik? Yah, salah sendiri kau memutuskan untuk tak mau mendengar penjelasanku.

[Bukankah kau menolak untuk mendengar alasan apapun?]

Saat aku menyerang balik dengan pertanyaanku, Paul menunjukan ekspresi menderita. Tampaknya dia perlu dorongan lain.

[Jangan khawatir ayah. Aku akan bertindak seolah-olah aku tidak melihat ada 3 orang yang memukuli seseorang yang tak melakukan perlawanan. Sekalian saja aku bergabung dengan mereka dan membuatnya menjadi 4 vs 1. Aku bahkan akan mengumumkan kemana-mana bahwa membully yang lemah adalah pelajaran yang dibanggakan milik keluarga Greyrat. Lalu saat aku dewasa, aku akan pergi meninggalkan rumah, dan tidak akan memanggil diriku sebagai seorang Greyrat lagi. Mengabaikan kekejaman semacam itu, baik secara verbal maupun fisik, dan terus-menerus membiarkan itu terjadi, membuatku merasa malu untuk memanggil diriku dengan nama Greyrat.]

Paul terdiam.

Warna wajahnya berubah hijau, dan kemudian merah, seolah-olah batinnya sangat bertentangan.

Apa dia marah? Atau, apa dia perlu dorongan yang lain?

Menyerahlah, Paul. Aku pria yang umurnya 20 tahun lebih tua darimu, yang bisa terus menerus mencari alasan ketika aku berada dalam situasi dimana aku tidak bisa menang. Jika ada sedikitpun celah, aku bisa membuat debatnya menjadi imbang.

Ditambah lagi, saat ini aku benar-benar berada di pihak yang benar.

Sederhananya, kau tak memiliki satupun kesempatan untuk menang.

[....... Maafkan aku. Itu kesalahan ayah. Ceritakan padaku tentang kejadian itu.]

Paul menundukan kepalanya padaku.

Itu benar. Bersikeras hanya akan membuat kedua sisi rugi.

Kalau kau salah, cukup minta maaf. Ini untuk yang terbaik.

Saat suasana hatiku membaik, aku menjelaskan berbagai hal dengan detil untuk menjelaskan insiden itu.

Saat aku naik ke bukit aku mendengar suara. 3 bocah sedang melemparkan lumpur dari ladang gandum. Setelah aku melempar lumpur pada mereka dua kali dan bertengkar dengan mereka, mereka pergi setelah meninggalkan hinaan kepada kami. Setelah itu, aku menggunakan sihir untuk membersihkan anak itu dan bermain dengan dia.

Sesuatu seperti itu.

[Kalau benar ada yang harus meminta maaf, maka Somar harus meminta maaf terlebih dahulu kepada Sylph. Untuk menyembuhkan luka di tubuh itu gampang, namun itu tak berlaku pada luka yang ada di dalam hati.]

[...... Kau benar. Ayah yang salah. Aku minta maaf.]

Paul menurunkan pundaknya setelah kalah berdebat.

Aku ingat apa yang dikatakan Rawls tadi ketika aku melihat Paul seperti ini

[Dia tampaknya kehilangan kepercayaan diri sebagai ayah ketika dia berbicara denganmu.]

Bisa jadi bahwa Paul sebenarnya mencoba untuk memberiku pelajaran untuk menunjukan posisinya sebagai ayah.

Yah, dia hanya gagal sekali ini saja.

[Tidak perlu minta maaf. Kalau kau merasa aku telah melakukan sesuatu yang salah, silahkan marahi aku tanpa sungkan. Tapi, tolong dengarkan penjelasanku terlebih dahulu. Bahkan sekalipun penjelasanku tidak cukup jelas atau terdengar seperti alasan, aku tetap mempunyai sesuatu yang ingin aku katakan. Tolong coba pahami pikiranku.]

[Ahh. Aku akan mencatatnya, tapi sebenarnya aku berpikir kalau kau tidak akan benar-benar membuat masalah......]

[Kalau begitu anggap saja ini sebagai pengalaman untuk digunakan kepada adik-adikku di masa depan.]

[...... Mari lakukan itu.]

Ekspresi Paul benar-benar penuh dengan kekalahan dan penghinaan.

Apa aku berlebihan? Kalah melawan anak berusia 5 tahun. Mmm. Aku juga pasti akan terkejut kalau berada dalam posisi Paul.

Pria ini masih sangat muda untuk menjadi seorang ayah.

[Kalau dipikir-pikir, ayah, berapa usiamu?]

[Hm? 24 tahun, kenapa?]

[Oh.]

Mempunyai aku pada usia 19 tahun.

Meskipun aku tidak tahu rata-rata usia pernikahan disini, tapi kalau dia harus terus-terusan berhadapan dengan magical creature atau ikut berperang, sepertinya menikah pada usia 19 tahun itu adalah sesuatu yang wajar ya?

Seorang pria yang lebih muda dariku, sudah menikah dengan seseorang, dan harus khawatir tentang pendidikan anaknya. Sejujurnya, bagian yang mana dari aku yang berumur 34 tahun, tanpa pekerjaan, tanpa rumah, tanpa pencapaian, yang lebih baik dibandingkan Paul.....

Oh, lupakan itu.

[Ayah, lain kali, bisakah aku membawa Sylph kesini untuk bermain?]

[Eh? Ahh, tentu saja.]

Aku memasuki rumah karena aku puas dengan jawaban yang ia berikan.

Syukurlah Paul tidak mendiskriminasi ras sihir.

***

------ Sudut pandang Paul ------

Anakku marah.

Dia, yang selama ini belum pernah menunjukkan banyak ekspresi, sekarang memiliki kemarahan seperti itu.

Bagaimana bisa situasi kami menjadi seperti ini?

Kejadian itu terjadi pada siang ini, ketika Nyonya Ada datang ke rumah kami dan membuat keributan besar.

Ia membawa anaknya, Somar, yang telah digembar-gemorkan sebagai bocah nakal oleh orang lain, dan sudut-sudut matanya memar. Sebagai seorang pendekar pedang, aku punya cukup pengalaman untuk menyadari bahwa luka itu disebabkan oleh pukulan.

Ucapan Nyonya Ada memang tidak terlalu jelas, tapi sepertinya anakku telah memukul Somar.

Mendengar ini, aku sebenarnya merasa lega.

Mungkin itu karena Rudi ingin bergabung dengan kelompok bermain Somar.

Tapi, anakku berbeda dari anak-anak yang lain. Dia adalah penyihir tingkat Water Saint pada usia yang masih muda.

Dia pasti telah mengatakan sesuatu dengan sombong, dan mulai berkelahi setelah ucapannya dibantah oleh anak yang lain.

Meskipun anakku itu jujur dan pintar, dalam beberapa hal ia masih menyerupai anak kecil.

Nyonya Ada sepertinya membesar-besarkan masalah itu, tapi ini hanyalah perkelahian anak kecil. Berdasarkan pada apa yang aku lihat, luka itu tidak akan meninggalkan bekas.

Aku akan menyelesaikannya urusan ini dengan sedikit memarahi Rudi.

Anak-anak pasti akan berkelahi, tapi Rudi itu lebih kuat dari anak-anak yang lain. Disamping menjadi murid dari Penyihir muda tingkat Water Saint, Roxy, dia juga aku ajari ilmu pedang dan melatih tubuhnya sejak dia berusia 3 tahun.

Semuanya akan berakhir baik, aku hanya akan memarahinya, dan dia akan sadar akan kesalahannya.

Jika hanya untuk kali ini saja seharusnya tak apa-apa, tapi jika dia terlalu emosional, dia mungkin akan melakukan hal-hal yang berlebihan.

Ditambah lagi, Rudi sangatlah pintar, jadi dia seharusnya dapat menyelesaikan masalah tanpa perlu memukul Somar.

Aku harus mengajari dia bahwa perkelahian itu terjadi karena kurang berpikirnya kedua sisi, dan dia perlu mempertimbangkan apa akibat yang akan muncul sebelum bertindak.

Aku perlu bersikap lebih ketat disini.

Tapi ternyata semuanya tak berjalan seperti apa yang aku bayangkan.

Anakku tidak ingin minta maaf sama sekali.

Lupakan tentang minta maaf, dia bahkan menatapku seperti sedang menatap serangga.

Mungkin dari sudut pandang anakku, itu perkelahian melawan jumlah orang yang lebih banyak, tapi dia perlu menyadari bahwa semakin kuat dirimu, semakin kau perlu menyadari kekuatanmu sendiri.

Dan lagi, dia bahkan melukai seseorang. Dalam hal ini, aku akan membiarkan dia meminta maaf. Dia itu benar-benar pintar. Mungkin dia tidak bisa menerimanya untuk sekarang, tapi dia akan menemukan jawabannya sendiri cepat atau lambat.

Ketika aku memikirkan itu, dan menggunakan nada yang lebih keras untuk memarahi dia, dia membantahku dengan beberapa kalimat sarkastik.

Aku kehilangan kendali dibawah provokasinya, dan pada akhirnya aku memukul Rudi.

Meskipun aku ingin mengajarinya bahwa mereka yang kuat perlu sadar pada kekuatan mereka sendiri, dan tidak menggunakan kekerasan terhadap yang lemah.

Ternyata aku malah melakukannya terlebih dahulu.

Aku memang salah sebelumnya, tapi aku sekarang berada di sisi yang mengajari, jadi aku tidak bisa meminta maaf.

Mengajari seseorang untuk tidak melakukan apa yang aku baru lakukan argument seperti itu sudah jelas tidak akan diterima.

Sementara hatiku masih kacau, anakku menyatakan kalau dia tidak melakukan satupun kesalahan, dan mengatakan kalau apa yang dia lakukan itu tidak diperbolehkan, dia akan meninggalkan rumah ini.

Aku hampir saja mengatakan, “kalau begitu pergi sana”, tapi aku berhasil menahan diriku.

Aku harus menahan diriku pada saat ini.

Aku adalah seseorang yang aslinya tidak bisa mengikuti peraturan formal yang ada di dalam rumahku dan juga kemarahan ayahku yang sangat tegas, sebelum akhirnya aku bertengkar besar dengan ayah dan meninggalkan rumah.

Aku mewarisi darah ayahku. Mewarisi darah ayah yang kaku dan keras kepala itu.

Rudeus juga sama.

Melihat dirinya bersikap keras kepala seperti itu, Rudeus memang benar anakku.

Hari itu, ketika aku disuruh untuk segera pergi meninggalkan rumah, aku tidak bisa mencari jalan keluar dan pada akhirnya benar-benar meninggalkan rumah. Rudeus mungkin juga akan pergi. Meskipun dia mengatakan dia hanya akan pergi setelah dirinya sudah dewasa, jika aku menyuruhnya untuk pergi, dia pasti akan segera pergi. Dalam aspek ini kita sama.

Tampaknya ayah jatuh sakit tidak lama setelah aku pergi, dan kemudian meninggal. Aku dengar bahwa dia sangat menyesal pada hari pertengkaran itu.

Dan untuk kejadian ini, aku menyalahkan diriku sendiri.

Tidak, untuk lebih jelasnya, aku tenggelam dalam penyesalan.

Dan sekarang, kalau aku menyuruh Rudeus untuk pergi, dia pasti akan melakukannya, dan aku akan menyesali ini.

Kita berdua akan menyesali ini.

Tahanlah. Aku harus belajar dari pengalaman.

Dan juga, bukankah aku yang telah memutuskan pada waktu itu? Aku tidak akan menjadi seperti ayahku.

[....... Maafkan aku. Itu kesalahan ayah. Ceritakan padaku tentang kejadian itu.]

Tentunya aku meminta maaf.

Dan pada saat itu ekspresi Rudeus menjadi lebih tenang, dan ia menjelaskan semuanya dengan ringan.

Berdasarkan pada apa yang dia katakan, dia tak sengaja melihat anak Rawls diganggu, jadi dia membantu anak itu.

Tidak ada saling pukul. Dia hanya melemparkan lumpur, dan tidak ada perkelahian sama sekali.

Jika apa yang dia katakan benar, lalu apa yang Rudeus lakukan memang benar merupakan sesuatu yang bisa ia banggakan. Tapi bukannya memuji dia, aku bahkan tidak mau mendengarkan penjelasannya, dan malah memukulnya.

Ahh, aku ingat sekarang.

Aku punya pengalaman seperti ini di saat aku masih kecil. Ayahku tidak mau mendengarkan aku, dan hanya menunjuk pada kesalahanku. Aku selalu merasa sedih ketika hal itu terjadi.

Betapa gagalnya diriku. Ada apa dengan pemikiranku, bahwa “aku harus mendidiknya”?

Hah............

Rudeus tidak menyalahkanku, dan bahkan menghiburku pada akhirnya. Betapa luar biasanya anak itu. Apa ini benar-benar anakku....... Tidak, bahkan diantara orang-orang yang mungkin diselingkuhi oleh Zenith, tidak ada satupun orang yang begitu hebat.

Uuu, apa benihku benar-benar sebaik itu.........

Ketimbang mengatakan bahwa aku merasa bangga, aku pikir perutku terasa sakit.

[Ayah, bisakah aku membawa Sylph kesini?]

[Ah? Ahh, tentu.]

Tapi, aku pikir aku seharusnya merasa senang atas teman pertama anakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar