Sabtu, 31 Januari 2015

Overlord Vol1 Prolog

OVERLORD Vol. 1 – Prolog

Penerjemah : Yakup Purnomo
Editor : S

Sambil menghadap seorang gadis kecil dan adik perempuannya, seorang ksatria berzirah mengacungkan pedangnya.

Dengan menaruh belaskasihan adalah dengan mengambil nyawa orang dalam sekali serang. Disinari oleh cahaya matahari, pedang yang dia angkat tampak berkilauan tinggi di udara.

Sang gadis menutup kedua matanya dan menggigit bibir bawahnya. Ekspresi wajahnya menunjukan bahwa dirinya tidak pernah menginginkan situasi ini. Ia hanya menerimanya karena tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan. Jika gadis itu memiliki suatu kekuatan tertentu, ia akan menggunakannya pada orang yang berada di hadapannya dan melarikan diri.

Tapi—gadis itu tidak memiliki kekuatan seperti itu.

Maka dari itu, hanya ada satu kesimpulan.

Gadis itu pasti akan binasa disini.


Pedang diayunkan kebawah—


Namun gadis itu tidak sedikitpun merasa sakit.


Gadis itu membuka kedua matanya yang tertutup rapat.

Hal pertama yang gadis itu lihat di dalam dunianya adalah, pedang yang berhenti bergerak di tengah-tengah ayunannya.

Hal berikutnya yang masuk ke dalam pandangan matanya adalah ksatria yang mengayunkan pedang tersebut.

Dia berhenti bergerak, seolah-olah seluruh tubuhnya tengah dikemas dalam bongkahan es raksasa. Perhatian ksatria itu sudah tidak lagi mengarah kepada gadis tersebut. Ketidakberdayaan sang ksatria tersebut, dengan jelas mengungkapkan keterkejutan yang bergejolak di dalam hatinya.

Seakan dipimpin oleh tatapan sang ksatria, sang gadis juga memalingkan wajahnya menuju arah yang sama.


Lalu... ia melihat keputusasaan.


Ada kegelapan disana.

Kegelapan murni dengan ukuran setipis kertas, namun memiliki kedalaman yang tak terduga. Kegelapan itu muncul dari dalam tanah dengan bentuk oval dengan bagian bawahnya yang terpotong. Adegan yang membangkitkan suasana mistis dengan ketakutan yang tidak bisa terlukiskan.

Sebuah pintu?

Itulah yang dipikirkan gadis itu setelah ia melihatnya..

Lalu setelah jantungnya berdetak sekali lagi, pikirannya terbukti benar.

*Drippp*

Ada sesuatu yang muncul dari dalam kegelapan.

Di saat ia menyadari apa itu —

"Hiii!"

Gadis itu mengeluarkan jeritan tajam.


Sebuah eksistensi yang tidak mampu di atasi oleh makhluk hidup apapun.


Bola merah bergoyang seperti bara api keruh di dalam lubang kosong yang berada di tengkorak kepala berwarna putih. Di saat kedua bola merah tersebut memandang kepada kedua gadis yang terpaku, mereka merasa seakan kedua bola merah itu tengah memandang mangsanya dengan dingin. Di tangannya, yang tidak memiliki daging dan kulit, adalah tongkat yang tampak suci, namun juga menakutkan, dengan keindahan yang istimewa.

Seakan makhluk yang muncul tersebut adalah Kematian itu sendiri, terbungkus dalam hiasan jubah berwarna hitam pekat, lahir ke dunia ini dengan membawa kegelapan dari dunia lain.

Udara membeku dalam sekejap mata.

Seolah-olah waktu telah membeku dihadapan makhluk yang absolut tersebut.

Gadis itu sampai lupa untuk bernapas, seakan jiwanya telah dicabut dengan paksa dari raganya.

Dalam situasi ini, di mana bahkan kesadaran waktu pun tampaknya telah lenyap, gadis itu mulai bernapas dan bernapas dengan cepat, seolah-olah dia sudah kehabisan napas.

Malaikat Maut telah datang dari dunia lain untuk mencabut nyawaku.

Itulah yang dipikirkan oleh gadis itu, tapi tak lama setelahnya, ia merasa ada sesuatu yang salah. Ksatria yang mengejar mereka juga ikut berhenti bergerak.

"Urghh..."

Suara erangan yang begitu kecil terdengar di telinga mereka.

Erangan siapa itu? Rasanya bisa saja erangan itu berasal dari dirinya sendiri, dan bisa juga berasal dari adik perempuannya yang sedang gemetaran, atau mungkin dari sang ksatria yang tengah mengangkat pedangnya di hadapan matanya.

Dengan amat sangat perlahan, jari-jarinya, yang hanya memiliki tulang saja, tanpa dibalut oleh daging, diulurkan dan menunjuk ke arah sesuatu-- bukan pada gadis itu, namun pada sang ksatria, seakan ingin mengambil sesuatu.

Ia ingin berhenti melihat, tapi ia terlalu takut untuk melakukannya. Ia merasa kalau dirinya akan menyaksikan sesuatu yang jauh lebih menakutkan jika ia memalingkan pandangannya.

<—Grasp Heart>

Inkarnasi kematian itu membuat gerakan menggenggam, dan bunyi benturan logam yang keras terdengar tepat di samping gadis itu.

Gadis itu merasa takut untuk memalingkan pandangannya dari sang Kematian, tapi didorong oleh sedikit rasa keingintahuan yang ada di dalam hatinya, ia menggerakan sorot matanya dan melihat sang ksatria tengah berbaring di tanah. Dia tidak lagi bergerak.

Dia mati.

Benar, mati.

Krisis yang mengancam jiwa yang terus menghampiri sang gadis dan adiknya itu menghilang begitu saja, seolah-olah itu semua hanyalah lelucon. Namun, ia tidak bisa bergembira, karena sang Kematian telah mengubah bentuknya menjadi sesuatu yang tampak lebih jelas.

Menerima tatapan ketakutan dari sang gadis, sang Kematian itu bergerak menuju gadis tersebut.

Kegelapan yang tampak di tengah-tengah penglihatan sang gadis berubah menjadi lebih besar.

Kegelapan itu akan menyelimuti diriku.

Memikirkan itu, sang gadis memeluk adiknya erat-erat.

Di dalam kepalanya, sama sekali tidak ada pemikiran untuk melarikan diri.

Jika lawannya adalah manusia, sang gadis mampu mengambil tindakan dengan sedikit harapan. Tapi dia yang ada dihadapannya ini adalah eksistensi yang mampu dengan mudah menghancurkan pemikiran seperti itu.

Tolong, setidaknya biarkan aku mati tanpa harus merasa sakit.

Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa.

Sang adik menempel di pinggangnya, tubuhnya gemetar ketakutan. Ia ingin menyelamatkan adiknya, tapi ia tidak bisa. Ia hanya bisa menyesali ketidakberdayaannya. Ia hanya bisa berdoa agar adiknya tidak akan merasa begitu kesepian, karena dirinya akan ikut bersama adiknya.

Dan kemudian—.

1 komentar:

  1. lanjut gan .. akhirnya keluar juga ni LN .. moga engga ptus d tgh jalan kaya ark ya .. soalnya ngebet bgt pgn baca versi indonya biar rada ngerti alur ceritanya hehe .. semangat gan !!

    BalasHapus